RSS

Cerpen Terbaru Penutup Akhir Tahun

Maafkan Aku Umi



         Mentari tampak akan segera beranjak dari peraduannya. "Fiiiiuuuuhhh..." ku menghela nafas panjang. Akhirnya sampai juga aku di negeri tercinta Indonesia. Saat setelah keluar dari bandara Internasional "Suekarno-Hatta", segera ku cari taxi untuk mengantar ku ke rumah tercinta yang lebih kurang dua tahun ku tinggal kan. Alhamdulillah, perjalanan pulang ini berlangsung dengan hampir sempurna. Tapi,,,, Doooooorrrr.... Suara ban pecah. Segera supir taxi itu menepikan mobil taxi yang ku tumpangi. Alamak Jang,,, baru juga aku bilang "Alhamdulillah perjalanannya lancar" eh, udah ada hambatan. But harus tetap bersyukur...
"Bagaimana ini pak? Kira kira masih bisa di ganti ban mobilnya?" tanyaku saat ia memeriksa ban taxi itu.
"Maaf pak, perjalanan ini gak bisa kita lanjutkan. Masalahnya ban serep saya punya, saya pinjamkan sama saya punya teman tadi pagi." jelas supir taxi itu dengar ramah.
"Ya udah saya turun di sini saja. Biar saya naik bus saja, pak. Ini ongkosnya." kata ku seraya membayar argo taxi itu.

        Ku susuri jalanan kota yang ramai itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Ku pandang jalan ke depan, Halte busnya masih setengah kilometer lagi di depan. Ku percepat langkah kaki ini. Terniang jelas kata kata adik ku saat aku masih di negeri gingseng.
"Bang cepatlah pulang, umi sakit. Umi hanya ingin abang segera pulang. Umi ingin sekali meminta maaf sama abang. Cepatlah pulang bang, kasihan umi di sini selalu memanggil nama mu."

        Tak sadar air mata ku menetes seiring langkah kaki ku yang mulai melemah. Sejenak ku tak mampu lagi untuk melangkah. Langkah ku terhenti dan bayang bayang umi dua tahun lalu kembali tergambar jelas di ingatan. Ku sandarkan diri di kursi kota di pinggir trotoar itu. Ku tak mampu lagi langkahkan kaki yang lemah ini. selang beberapa menit
"Klik" ...
serempak lampu lampu kota itu memberi penerangan untuk jalanan dan aku di bawahnya yang sedang duduk sendiri dalam sebuah ke gelisahan yang amat sangat mendalam. Entah perasaan apa ini. Semilir angin malam mulai menghampiri ku seakan membawa beribu memori tentang umi.
"Jreeeeeenggg"
Ku harus segera bertemu umi. Ku harus segera meminta maaf padanya. Tersentak ku untuk berlalu dari tempat itu. Ku segera berlari menuju halte bus di depan. Terlihat bus sedang berhenti di sana dan ku tertulis plat kota tujuan yang menjadi tujuan ku. Segera ku berlari mengerahkan semua tenaga yang ku miliki.
"Stop.........Tunggu aku" teriak ku pada seorang kernet yang kebetulan menoleh ke arah ku. Terlihat bus itu mengurungkan niatnya untuk melaju. "Ayo ayo cepat.... kita lagi ngejar waktu nih" teriak kernet itu pada ku. Akhirnya ku tapakkan kaki ku juga di bus antar kota ini.
"Tariiiiiiiiiiiiiiiiiik" teriak kernet itu lagi saat aku sudah naik dalam bus tersebut.

        Ku pilih barisan dua kursi, kursi nomer dua di belakan supir. Kosong plong. Segera ku taruh tas dan koper ku di kusri sebelah ku. Ku duduk di dekat kaca. Ku arahkan pandanganku ke luar, lampu lampu kota masih setia memberi penerangan dalam perjalanan malam ini. Tampak semua penumpan di sini mulai kelelahan. Ku tahu mereka akan tiba besok di kota tujuan sama seperti ku. Ku coba menutup mata ini, namun apa daya bayang bayang umi kembali terlintas dalam otak ku.

        Teringat saat umi mengusir ku dari rumah, cacian dan makian yang terlontar dari semua tetangga ku. Pecahan tangis yang mengiringi langkah ku pergi dari rumah dan kota kelahiran ku. Benar apa kata hadist "Fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan" ya, lebih dan lebih kejam lagi dari pada pembunuhan, tak hanya membunuh jiwa dan raga ku pribadi. Namun lebih jauh dari itu, membunuh setiap akal manusia yang mendengar fitnah itu. Mungkin ini juga memang salah ku atau hanya sekedar nasib ku saja yang sial kala itu.

        Masih teringat jelas wajah gadis malang itu menangis di rumah gubuk pinggiran kota ku. Segera ku dekati suara tangisan itu saat ku tak sengaja hendak melewati gubuk itu. Suasana sore itu sehabis hujan lebat melanda kota ku. Segera ku berlari menuju arah tangisan itu dan.......
"Masyaallah",
ia tak lagi mengenakan selembar benang pun di sana. Tergeletak lemah tak berdaya dengan tangisan yang sesenggukan. Tanpa berkata apa pun segera ku berlari menjauh mencari pertolongan ke rumah sekitar.
"bu, permisi... saya boleh minta tolong...." kata ku saat ku temui ibu ibu sedang berkumpul di salah satu teras rumah warga.
"Iya ada apa ya nak?" respon seorang dengan ramah.
Ku ceritakan semua yang ku temui di gubuk tadi dan ku minta ibu tadi membawakan baju untuk gadis malang itu. Awalnya semua baik baik saja sampai gadis malang itu di bawa ke rumah ibu tadi. Nampak gadis malang itu sok tak mau bicara. Setiap pertanyaan dari warga tak satupun ia jawab. Hanya tatapan kosong yang ada pada matanya. Ku jadi iba padanya.

Sampai ada yang menyeletuk "Pasti anak muda ini yang telah memperkosanya". Bagai di sambar petir di siang bolong ku rasa. Seakan api keluar dari telinga ku saat mendengar tuduhan itu. Dan parahnya yang lain juga ikut ikutan mengompori perkataan sebelumnya. Dan jadilah aku di kroyok di rumah itu hingga tak sadarkan diri. Dan sudah ada di sel kantor polisi.

Sejenak ku masih berpikir kenapa aku sampai di sini. Dan tiba tiba seorang polisi membuka sel dan menyeret ku untuk di introgasi. Dengan mencoba meredam amarah hati, ku jawab dengan jujur apa yang di tanya polisi tersebut. Ku ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dan nampaknya polisi itu benar benar polisi yang sebenarnya, ia percaya dengan apa yang ku ceritakan. "Maaf, mungkin ini adalah sebuah kesalahan. Saya tahu dan saya yakin anda tidak bersalah. Untuk sementara waktu anda kami tahan selama saya masih menyelidiki masalah ini. Percayalah sama Allah, semua akan baik baik saja." Katanya pada ku dengan penuh wibawa.

Terhitung dua malam dua hari ku berada dalam sel, hingga akhirnya aku di bebaskan. Selama itupun tak satupun keluarga ku yang menjenguk ku di kantor polisi. Ada apa ini? Tanya ku dalam hati saat ku keluar dari kantor polisi tersebut. Ternyata apa yang menimpa ku kemarin adalah sebuah rencana besar dari "Rangga" sahabat ku sendiri yang sakit hati lantaran aku bertunangan dengan "Andin". Tapi apa mau di kata, jika kita telah berjodoh. Dan sekarang rangga telah menjadi buronan polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik dan tindakan asusila. Gadis malang yang ku tolong tempo hari sekarang telah meringkuk di tahanan akibat ulahnya yang dengan sengaja bekerja sama dengan rangga untuk menjebak ku. Huuufff... Setibanya di rumah, tanpa di sangka tanpa di duga semua menatap sinis. Tak ada kata kata selamat dan pujian atas apa yang telah terjadi selama dua hari ini pada ku. Tak ada kata simpati sedikitpun yang keluar baik dari keluarga ku dan semua tetangga ku yang kala itu ada di teras masing masing. Semua hanya menatap hina dan dina pada ku. "Asalamualaikum umi..." ku ucap salam pada umi yang mungkin tahu hari itu akan pulang. Tak ada jawaban sepatah kata pun dari umi. "Waa'laikum salam bang Albi..." jawab adik ku zahra sambil berlari dari dalam rumah dan langsung memeluk ku. "Zahra, lepaskan dia.." kata umi marah sambil menarik zahra dari pelukan ku. "Pergi kau dari sini...,,,aku tak ingin lagi melihat mu ada di sini." lanjut umi sambil berlalu ke dalam. Saat itu ku hanya terpaku dan tak mampu berbuat apa apa lagi. "Tapi umi, ada apa ini?" tanya ku sambil mengejar umi. "Sudahlah umi tahu kamu kan yang melakukan perbuatan bejat itu" kata umi sambil membanting pintu kamarnya. "Astagfirlahaladim...itu fitnah umi, buktinya Albi di bebasin sama polisi karena memang Albi gak salah."Jelasku di balik pintu kamar umi. "Pergi kau...pergi...pergiiiiiiiiiiiiiiiiiii........." teriak umi dari dalam kamar. Dan terdengar riuh di luar sana, ada apa lagi ini? kata ku dalam hati. "Usir sang penzina... usir sang penzinah!!!" teriak seorang yang ku kenal siapa dia. Tapi apa daya semua yang ku lakukan kala itu sia sia. Mereka seakan alergi mendengar penjelasan dan cerita ku yang sebenarnya. Dengan berat hati ku segera pergi dari sana. Yah... inilah akibat fitnah yang nyata. Ternyata sebelum aku bertemu dengan gadis malang di gubuk itu, rangga telah terlebih dulu datang ke rumah dan membuat cerita palsu kepada umi dan semua tetangga ku.

Dengan berat dan sakit sekali hati ini ku tinggal kan tempat kediaman ku yang selama aku menghirup napas di muka bumi ini tak pernah ku tinggal pergi. Namun sekarang entah apa yang terjadi sungguh ku tak mengerti. Semua cerita dan cinta ku dengan Andin tak lagi ada tujuan. Tak ada secuil kabar dari mereka yang dulu menyayangi ku. Segera ku bertolak ke Ibu kota, menemui kawan lama ku yang sekarang sukses disana. Nampak ia sangat prihatin dengan semua yang ku alami. Seiring berjalannya waktu, ku juga berhasil sepertinya. Dan belum genap dua bulan ku menjabat sebagai manager di salah satu perusahan di sana, perusahaan sudah memberi ku surat tugas untuk mengelolah cabang yang ada di negeri Ging Seng, Korea. Berat hati ku tinggal kan negeri tercinta ini. Belum lagi beban pikiran tentang fitnah itu tak kunjung menghilang dari kepala ku. Jadilah ku berangkat ke korea bersama salah seorang staf terbaik ku. Semua bisa di katakan hampir sempurna, mulai dari cabang perusahaan yang ku kelolah kini menumbuhkan cabang cabang baru yang super super sibuk setiap harinya. Luar biasa sekali hidup di negeri orang dan menjadi minoritas di sana. Sungguh terasa bermakna sekali setiap apa yang kita lakukan sebagai orang minoritas. "Subhanallah..." Banyak sekali cerita yang menggugah hati saat di sana. Mulai pertemuan ku dengan Anisa gadis soleha yang menjadi aktivis mesjid di korea. Dan banyak cerita tentang menyaksikan banyak orang korea yang menjadi muallaf. Subhanallah... Islam benar benar rahmatan lil alamin... Semua terasa indah dan akan menjadi sebuah pelajaran bermakna dalam hidup ini. Sampai ku terima telepon dari Zahra adik ku yang memberi kabar kalau umi sedang sakit dan ingin aku pulang segera.

Bis melaju dengan kencang menerobos gelapnya malam. Tak ada lagi suara perbincangan dari sesama penumpang seperti satu jam lalu. Semua telah terlelap dalam tidur masing masing. Ku lihat jam sudah menunjukkan pukul 11.45 malam. Hampir tengah malam aku masih saja belum merasa ngantuk. Dari tadi sore sms Zahra telah ribuan kali sampai di HP ku. "Abang sekarang sudah sampai dimana?" ya, kira kira begitulah isi dari pesan zahra setiap jam nya. "Andai saja tadi taxi yang ku tumpangi tak bocor bannya, pasti aku sekarang sudah hampir sampai rumah" gerutu ku dalam hati. Ku coba lelapkan mata ini. Namun semua sia sia. Perasaan ku tambah tak karuan. Selalu saja bayang bayang umi ada di setiap ku tutup mata ini. Bayangang umi yang terbaring lemah di tempat tidurnya. Biasanya jika umi sakit selalu aku yang merawatnya. Tak ku ijinkan adik ku zahra menemui umi jika kondisi umi sedang tidak baik. Semua pekerjaan rumah selalu aku yang mengerjakan jika umi sedang sakit. Tapi sekarang entah "siapa" yang merawat umi, aku tahu zahra masih bukan saatnya umtuk menjadi seorang yang dewasa. Pasti umi tetap memaksakan diri untuk melakukan pekerjaan rumah hingga ia sampai sakit parah seperti ini.

Semua ha itu berbutar dalam otak ku hingga tak kusadar aku telah sampai di terminal terakhir, ya terminal kota ku. Tepat pukul 04.00 pagi aku turun dari bis yang mengantar ku. Ku coba menenangkan diri sejenak di deretan kursi yang tersedia disana. Terdengar suara adzan dari kejahuan. Segera ku beranjak ke musollah di terminal itu. Subuh itu ku solat berjamaah bersama beberapa penumpang yang sebis dengan ku tadi. Selesai solat dan wirit segera ku berlalu dan mencari tukang ojek yang sudah mangkal di pintu depan terminal. Subhanallah... inilah pencari rejeki sejati, di pagi buta ia telah siap mencari rejeki Ilahi. Ku sewa dua motor, untuk membawa ku dan tas dan koper ku. Dalam detik detik menuju rumah, hati ku terasa sesak. Aku seakan sulit bernafas. Padahal sudah beberapa hari ini aku tidak minum minuman yang bersoda. Ya Allah ada apa ini??? Ku suruh tukang ojek tadi untuk menambah kecepatan motornya. Dan tibalah aku di depan rumah. Sepi dan sunyi terasa saat pertama ku kembali ke sana. Segera ku bayar tukang ojek tadi. Ku buka pagar depan rumah ku. Warna cat nya masih sama, ya umi tak pernah menggantinya. Segera ku berlari masuk. Ku ketok pintu depan rumah.... "Asalamualaikum.....umi, Albi datang" kata ku mengucap salam. Belum beberapa detik pintu rumah ku telah terbuka. "Waa'laikumsalam bang albi..." jawab zahra dan langsung memeluk ku. "Zahra rindu sekali sama abang" lanjutnya masih erat memeluk ku dan kini ia mulai menitikan air mata. "Iya, abang juga rindu sekali sama kamu dan umi. ohya, sekarang mana umi..." jawab ku juga tak mampu lagi membendung emosi haru ini. "umi di kamar bang, dari tadi malam zahra nunggu abang di sofa depan" jelas adik ku. Ku berlalu dari sana dan segera naik ke lantai dua dimana kamar umi berada. Dengan rasa haru ku ketok pintu kamar umi. "Asalamualaikum umi, ini Albi sudah datang..." kata ku tak kuasa menahan air mata ini. Ku segera buka pintu kamar umi. Ya seperti yang ku duga, wajah yang mulai kriput itu sekarang tengah terbaring lemah tak berdaya. Namun ku masih melihat senyum indah itu di matanya. Segera ku cium tangan umi dan meminta maaf padanya. Benar benar momen yang "Luar biasa" kala itu. Allah memang telah merencanakan semua alur cerita manusia itu berbeda beda. Ku bersimpuh di samping tempat tidur umi seraya mencium tangannya dan meminta maaf. Ku lihat umi ikut menangis dan membelai kepala ku. Subhanallah, belaian ini masih terasa hangat ku rasa. "umi albi minta maaf...albi salah...telah meninggalkan umi selama ini. Albi telah ingkar janji sama almarhum abi untuk selalu ada menjaga umi dan zahra. Albi menyesal umi." Tangis ku mulai pecah. Ku lihat umi berusaha untuk duduk. Segera ku bantu dia. "Duduk lah di sini Albi!" perintahnya pada ku masih dengan senyuman itu. Segera ku duduk di pinggir tempat tidur umi. Air mata ku dan air matanya masih saja mengalir. Entah kenapa umi meletakkan kepalanya di pengkuan ku dan ku masih melihat senyum itu di wajah tuaanya. "Umi juga ingin meminta maaf pada mu. Tak sepantasnya umi mendengar omongan orang dan mempercayainya. Umi ingin sekali di saat terakhir umi, umi bisa menghadap Allah di pangkuan mu Albi." "Astagfirlah umi.... umi tak boleh bicara seperti itu........" kata ku dan semakin tumpahlah air mata ini. "Jaga adik mu lebih dari abi dan umi menjaga mu" kata umi masih dengan senyum yang kian melemah dan seakan ia melawan sebuah kesakitan. Zahra yang dari tadi di depan pitu kamar umi segera mendekat dan naik di sebelah umi. Air mata kami tak mampu lagi kita bendung. "Ikhlaskan kepergian umi, tangisi umi hari ini saja. Esok dan esok dan seterusnya, jangan kau tangisi umi lagi. Kirimkan doa jika kau rindi pada umi dan abi." "A....ll.....a.....h...." dengan tertatih umi mengucapkan asma ALLAH di terakhir napasnya. "Umi.......Albi masih ingin melepas rindu dengan umi" kata ku sambil memeluknya. "Umi kenapa umi tega tinggalkan zahra" ucap zahnya dengan memeluk umi erat.

Hari itu adalah hari terakhir aku bertemu dengan malaikat yang telah mengikhlaskan kasih dan sayangnya untuk ku. Meskipun hanya beberapa menit berada di dekatnya, aku sangat sangat bersyukur masih bisa meminta maaf padanya. Mengiri hembusan nafas terakhirnya. Dan mengantarkanya ke peristirahatan terakhirnya. Terimakasih Ya Allah Engkau Memang penuh kasih dan sayang! Terimakasih ya Allah... Sungguh sempurna rencana Mu. Ya ku tahu, segala apa yang telah terjadi pada ku adalah sebuah kebaikan untuk ku. Dan ku percaya semua pasti indah pada waktunya, ya kelak di akhirat. Selang beberapa bulan semenjak kepergian umi, zahra tampak tak bersemangat lagi melewati hari harinya. Sekolahnya pun tak senormal dulu, ia sering absen dengan alasan sakit. Dan ku putuskan untuk membawanya ke Negeri ging seng. Ku ingin dia melupakan sejenak kisah pedih ini. Ku ingin dia bangkit dan mampu tegar menjalani hidup ini. Dan ku telah berjanji pada diri ku dan almarhum abi dan umi untuk menjaga zahra dan menyayanginya dengan setulus hati ku. Ya dialah amanah terakhir kedua orang tua ku yang harus aku jaga dan ku rawat. Biarlah cerita sedih atas kepergian abi dan umi hanya menjadi cerita di balik sebuah kebahagiaan. Selamat Jalan Umi... Albi minta maaf.... :(

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjuang nya, semoga bermanfaat dan membawa kita menuju ridho Allah :)Salam Super... :)
 
Copyright 2009 Kumpulan Puisi dan Cerpen Terbaru All rights reserved.
Free Blogger Templates by DeluxeTemplates.net
Wordpress Theme by EZwpthemes
Blogger Templates