RSS

Cerpen Terbaru Penutup Akhir Tahun

Maafkan Aku Umi



         Mentari tampak akan segera beranjak dari peraduannya. "Fiiiiuuuuhhh..." ku menghela nafas panjang. Akhirnya sampai juga aku di negeri tercinta Indonesia. Saat setelah keluar dari bandara Internasional "Suekarno-Hatta", segera ku cari taxi untuk mengantar ku ke rumah tercinta yang lebih kurang dua tahun ku tinggal kan. Alhamdulillah, perjalanan pulang ini berlangsung dengan hampir sempurna. Tapi,,,, Doooooorrrr.... Suara ban pecah. Segera supir taxi itu menepikan mobil taxi yang ku tumpangi. Alamak Jang,,, baru juga aku bilang "Alhamdulillah perjalanannya lancar" eh, udah ada hambatan. But harus tetap bersyukur...
"Bagaimana ini pak? Kira kira masih bisa di ganti ban mobilnya?" tanyaku saat ia memeriksa ban taxi itu.
"Maaf pak, perjalanan ini gak bisa kita lanjutkan. Masalahnya ban serep saya punya, saya pinjamkan sama saya punya teman tadi pagi." jelas supir taxi itu dengar ramah.
"Ya udah saya turun di sini saja. Biar saya naik bus saja, pak. Ini ongkosnya." kata ku seraya membayar argo taxi itu.

        Ku susuri jalanan kota yang ramai itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Ku pandang jalan ke depan, Halte busnya masih setengah kilometer lagi di depan. Ku percepat langkah kaki ini. Terniang jelas kata kata adik ku saat aku masih di negeri gingseng.
"Bang cepatlah pulang, umi sakit. Umi hanya ingin abang segera pulang. Umi ingin sekali meminta maaf sama abang. Cepatlah pulang bang, kasihan umi di sini selalu memanggil nama mu."

        Tak sadar air mata ku menetes seiring langkah kaki ku yang mulai melemah. Sejenak ku tak mampu lagi untuk melangkah. Langkah ku terhenti dan bayang bayang umi dua tahun lalu kembali tergambar jelas di ingatan. Ku sandarkan diri di kursi kota di pinggir trotoar itu. Ku tak mampu lagi langkahkan kaki yang lemah ini. selang beberapa menit
"Klik" ...
serempak lampu lampu kota itu memberi penerangan untuk jalanan dan aku di bawahnya yang sedang duduk sendiri dalam sebuah ke gelisahan yang amat sangat mendalam. Entah perasaan apa ini. Semilir angin malam mulai menghampiri ku seakan membawa beribu memori tentang umi.
"Jreeeeeenggg"
Ku harus segera bertemu umi. Ku harus segera meminta maaf padanya. Tersentak ku untuk berlalu dari tempat itu. Ku segera berlari menuju halte bus di depan. Terlihat bus sedang berhenti di sana dan ku tertulis plat kota tujuan yang menjadi tujuan ku. Segera ku berlari mengerahkan semua tenaga yang ku miliki.
"Stop.........Tunggu aku" teriak ku pada seorang kernet yang kebetulan menoleh ke arah ku. Terlihat bus itu mengurungkan niatnya untuk melaju. "Ayo ayo cepat.... kita lagi ngejar waktu nih" teriak kernet itu pada ku. Akhirnya ku tapakkan kaki ku juga di bus antar kota ini.
"Tariiiiiiiiiiiiiiiiiik" teriak kernet itu lagi saat aku sudah naik dalam bus tersebut.

        Ku pilih barisan dua kursi, kursi nomer dua di belakan supir. Kosong plong. Segera ku taruh tas dan koper ku di kusri sebelah ku. Ku duduk di dekat kaca. Ku arahkan pandanganku ke luar, lampu lampu kota masih setia memberi penerangan dalam perjalanan malam ini. Tampak semua penumpan di sini mulai kelelahan. Ku tahu mereka akan tiba besok di kota tujuan sama seperti ku. Ku coba menutup mata ini, namun apa daya bayang bayang umi kembali terlintas dalam otak ku.

        Teringat saat umi mengusir ku dari rumah, cacian dan makian yang terlontar dari semua tetangga ku. Pecahan tangis yang mengiringi langkah ku pergi dari rumah dan kota kelahiran ku. Benar apa kata hadist "Fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan" ya, lebih dan lebih kejam lagi dari pada pembunuhan, tak hanya membunuh jiwa dan raga ku pribadi. Namun lebih jauh dari itu, membunuh setiap akal manusia yang mendengar fitnah itu. Mungkin ini juga memang salah ku atau hanya sekedar nasib ku saja yang sial kala itu.

        Masih teringat jelas wajah gadis malang itu menangis di rumah gubuk pinggiran kota ku. Segera ku dekati suara tangisan itu saat ku tak sengaja hendak melewati gubuk itu. Suasana sore itu sehabis hujan lebat melanda kota ku. Segera ku berlari menuju arah tangisan itu dan.......
"Masyaallah",
ia tak lagi mengenakan selembar benang pun di sana. Tergeletak lemah tak berdaya dengan tangisan yang sesenggukan. Tanpa berkata apa pun segera ku berlari menjauh mencari pertolongan ke rumah sekitar.
"bu, permisi... saya boleh minta tolong...." kata ku saat ku temui ibu ibu sedang berkumpul di salah satu teras rumah warga.
"Iya ada apa ya nak?" respon seorang dengan ramah.
Ku ceritakan semua yang ku temui di gubuk tadi dan ku minta ibu tadi membawakan baju untuk gadis malang itu. Awalnya semua baik baik saja sampai gadis malang itu di bawa ke rumah ibu tadi. Nampak gadis malang itu sok tak mau bicara. Setiap pertanyaan dari warga tak satupun ia jawab. Hanya tatapan kosong yang ada pada matanya. Ku jadi iba padanya.

Sampai ada yang menyeletuk "Pasti anak muda ini yang telah memperkosanya". Bagai di sambar petir di siang bolong ku rasa. Seakan api keluar dari telinga ku saat mendengar tuduhan itu. Dan parahnya yang lain juga ikut ikutan mengompori perkataan sebelumnya. Dan jadilah aku di kroyok di rumah itu hingga tak sadarkan diri. Dan sudah ada di sel kantor polisi.

Sejenak ku masih berpikir kenapa aku sampai di sini. Dan tiba tiba seorang polisi membuka sel dan menyeret ku untuk di introgasi. Dengan mencoba meredam amarah hati, ku jawab dengan jujur apa yang di tanya polisi tersebut. Ku ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dan nampaknya polisi itu benar benar polisi yang sebenarnya, ia percaya dengan apa yang ku ceritakan. "Maaf, mungkin ini adalah sebuah kesalahan. Saya tahu dan saya yakin anda tidak bersalah. Untuk sementara waktu anda kami tahan selama saya masih menyelidiki masalah ini. Percayalah sama Allah, semua akan baik baik saja." Katanya pada ku dengan penuh wibawa.

Terhitung dua malam dua hari ku berada dalam sel, hingga akhirnya aku di bebaskan. Selama itupun tak satupun keluarga ku yang menjenguk ku di kantor polisi. Ada apa ini? Tanya ku dalam hati saat ku keluar dari kantor polisi tersebut. Ternyata apa yang menimpa ku kemarin adalah sebuah rencana besar dari "Rangga" sahabat ku sendiri yang sakit hati lantaran aku bertunangan dengan "Andin". Tapi apa mau di kata, jika kita telah berjodoh. Dan sekarang rangga telah menjadi buronan polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik dan tindakan asusila. Gadis malang yang ku tolong tempo hari sekarang telah meringkuk di tahanan akibat ulahnya yang dengan sengaja bekerja sama dengan rangga untuk menjebak ku. Huuufff... Setibanya di rumah, tanpa di sangka tanpa di duga semua menatap sinis. Tak ada kata kata selamat dan pujian atas apa yang telah terjadi selama dua hari ini pada ku. Tak ada kata simpati sedikitpun yang keluar baik dari keluarga ku dan semua tetangga ku yang kala itu ada di teras masing masing. Semua hanya menatap hina dan dina pada ku. "Asalamualaikum umi..." ku ucap salam pada umi yang mungkin tahu hari itu akan pulang. Tak ada jawaban sepatah kata pun dari umi. "Waa'laikum salam bang Albi..." jawab adik ku zahra sambil berlari dari dalam rumah dan langsung memeluk ku. "Zahra, lepaskan dia.." kata umi marah sambil menarik zahra dari pelukan ku. "Pergi kau dari sini...,,,aku tak ingin lagi melihat mu ada di sini." lanjut umi sambil berlalu ke dalam. Saat itu ku hanya terpaku dan tak mampu berbuat apa apa lagi. "Tapi umi, ada apa ini?" tanya ku sambil mengejar umi. "Sudahlah umi tahu kamu kan yang melakukan perbuatan bejat itu" kata umi sambil membanting pintu kamarnya. "Astagfirlahaladim...itu fitnah umi, buktinya Albi di bebasin sama polisi karena memang Albi gak salah."Jelasku di balik pintu kamar umi. "Pergi kau...pergi...pergiiiiiiiiiiiiiiiiiii........." teriak umi dari dalam kamar. Dan terdengar riuh di luar sana, ada apa lagi ini? kata ku dalam hati. "Usir sang penzina... usir sang penzinah!!!" teriak seorang yang ku kenal siapa dia. Tapi apa daya semua yang ku lakukan kala itu sia sia. Mereka seakan alergi mendengar penjelasan dan cerita ku yang sebenarnya. Dengan berat hati ku segera pergi dari sana. Yah... inilah akibat fitnah yang nyata. Ternyata sebelum aku bertemu dengan gadis malang di gubuk itu, rangga telah terlebih dulu datang ke rumah dan membuat cerita palsu kepada umi dan semua tetangga ku.

Dengan berat dan sakit sekali hati ini ku tinggal kan tempat kediaman ku yang selama aku menghirup napas di muka bumi ini tak pernah ku tinggal pergi. Namun sekarang entah apa yang terjadi sungguh ku tak mengerti. Semua cerita dan cinta ku dengan Andin tak lagi ada tujuan. Tak ada secuil kabar dari mereka yang dulu menyayangi ku. Segera ku bertolak ke Ibu kota, menemui kawan lama ku yang sekarang sukses disana. Nampak ia sangat prihatin dengan semua yang ku alami. Seiring berjalannya waktu, ku juga berhasil sepertinya. Dan belum genap dua bulan ku menjabat sebagai manager di salah satu perusahan di sana, perusahaan sudah memberi ku surat tugas untuk mengelolah cabang yang ada di negeri Ging Seng, Korea. Berat hati ku tinggal kan negeri tercinta ini. Belum lagi beban pikiran tentang fitnah itu tak kunjung menghilang dari kepala ku. Jadilah ku berangkat ke korea bersama salah seorang staf terbaik ku. Semua bisa di katakan hampir sempurna, mulai dari cabang perusahaan yang ku kelolah kini menumbuhkan cabang cabang baru yang super super sibuk setiap harinya. Luar biasa sekali hidup di negeri orang dan menjadi minoritas di sana. Sungguh terasa bermakna sekali setiap apa yang kita lakukan sebagai orang minoritas. "Subhanallah..." Banyak sekali cerita yang menggugah hati saat di sana. Mulai pertemuan ku dengan Anisa gadis soleha yang menjadi aktivis mesjid di korea. Dan banyak cerita tentang menyaksikan banyak orang korea yang menjadi muallaf. Subhanallah... Islam benar benar rahmatan lil alamin... Semua terasa indah dan akan menjadi sebuah pelajaran bermakna dalam hidup ini. Sampai ku terima telepon dari Zahra adik ku yang memberi kabar kalau umi sedang sakit dan ingin aku pulang segera.

Bis melaju dengan kencang menerobos gelapnya malam. Tak ada lagi suara perbincangan dari sesama penumpang seperti satu jam lalu. Semua telah terlelap dalam tidur masing masing. Ku lihat jam sudah menunjukkan pukul 11.45 malam. Hampir tengah malam aku masih saja belum merasa ngantuk. Dari tadi sore sms Zahra telah ribuan kali sampai di HP ku. "Abang sekarang sudah sampai dimana?" ya, kira kira begitulah isi dari pesan zahra setiap jam nya. "Andai saja tadi taxi yang ku tumpangi tak bocor bannya, pasti aku sekarang sudah hampir sampai rumah" gerutu ku dalam hati. Ku coba lelapkan mata ini. Namun semua sia sia. Perasaan ku tambah tak karuan. Selalu saja bayang bayang umi ada di setiap ku tutup mata ini. Bayangang umi yang terbaring lemah di tempat tidurnya. Biasanya jika umi sakit selalu aku yang merawatnya. Tak ku ijinkan adik ku zahra menemui umi jika kondisi umi sedang tidak baik. Semua pekerjaan rumah selalu aku yang mengerjakan jika umi sedang sakit. Tapi sekarang entah "siapa" yang merawat umi, aku tahu zahra masih bukan saatnya umtuk menjadi seorang yang dewasa. Pasti umi tetap memaksakan diri untuk melakukan pekerjaan rumah hingga ia sampai sakit parah seperti ini.

Semua ha itu berbutar dalam otak ku hingga tak kusadar aku telah sampai di terminal terakhir, ya terminal kota ku. Tepat pukul 04.00 pagi aku turun dari bis yang mengantar ku. Ku coba menenangkan diri sejenak di deretan kursi yang tersedia disana. Terdengar suara adzan dari kejahuan. Segera ku beranjak ke musollah di terminal itu. Subuh itu ku solat berjamaah bersama beberapa penumpang yang sebis dengan ku tadi. Selesai solat dan wirit segera ku berlalu dan mencari tukang ojek yang sudah mangkal di pintu depan terminal. Subhanallah... inilah pencari rejeki sejati, di pagi buta ia telah siap mencari rejeki Ilahi. Ku sewa dua motor, untuk membawa ku dan tas dan koper ku. Dalam detik detik menuju rumah, hati ku terasa sesak. Aku seakan sulit bernafas. Padahal sudah beberapa hari ini aku tidak minum minuman yang bersoda. Ya Allah ada apa ini??? Ku suruh tukang ojek tadi untuk menambah kecepatan motornya. Dan tibalah aku di depan rumah. Sepi dan sunyi terasa saat pertama ku kembali ke sana. Segera ku bayar tukang ojek tadi. Ku buka pagar depan rumah ku. Warna cat nya masih sama, ya umi tak pernah menggantinya. Segera ku berlari masuk. Ku ketok pintu depan rumah.... "Asalamualaikum.....umi, Albi datang" kata ku mengucap salam. Belum beberapa detik pintu rumah ku telah terbuka. "Waa'laikumsalam bang albi..." jawab zahra dan langsung memeluk ku. "Zahra rindu sekali sama abang" lanjutnya masih erat memeluk ku dan kini ia mulai menitikan air mata. "Iya, abang juga rindu sekali sama kamu dan umi. ohya, sekarang mana umi..." jawab ku juga tak mampu lagi membendung emosi haru ini. "umi di kamar bang, dari tadi malam zahra nunggu abang di sofa depan" jelas adik ku. Ku berlalu dari sana dan segera naik ke lantai dua dimana kamar umi berada. Dengan rasa haru ku ketok pintu kamar umi. "Asalamualaikum umi, ini Albi sudah datang..." kata ku tak kuasa menahan air mata ini. Ku segera buka pintu kamar umi. Ya seperti yang ku duga, wajah yang mulai kriput itu sekarang tengah terbaring lemah tak berdaya. Namun ku masih melihat senyum indah itu di matanya. Segera ku cium tangan umi dan meminta maaf padanya. Benar benar momen yang "Luar biasa" kala itu. Allah memang telah merencanakan semua alur cerita manusia itu berbeda beda. Ku bersimpuh di samping tempat tidur umi seraya mencium tangannya dan meminta maaf. Ku lihat umi ikut menangis dan membelai kepala ku. Subhanallah, belaian ini masih terasa hangat ku rasa. "umi albi minta maaf...albi salah...telah meninggalkan umi selama ini. Albi telah ingkar janji sama almarhum abi untuk selalu ada menjaga umi dan zahra. Albi menyesal umi." Tangis ku mulai pecah. Ku lihat umi berusaha untuk duduk. Segera ku bantu dia. "Duduk lah di sini Albi!" perintahnya pada ku masih dengan senyuman itu. Segera ku duduk di pinggir tempat tidur umi. Air mata ku dan air matanya masih saja mengalir. Entah kenapa umi meletakkan kepalanya di pengkuan ku dan ku masih melihat senyum itu di wajah tuaanya. "Umi juga ingin meminta maaf pada mu. Tak sepantasnya umi mendengar omongan orang dan mempercayainya. Umi ingin sekali di saat terakhir umi, umi bisa menghadap Allah di pangkuan mu Albi." "Astagfirlah umi.... umi tak boleh bicara seperti itu........" kata ku dan semakin tumpahlah air mata ini. "Jaga adik mu lebih dari abi dan umi menjaga mu" kata umi masih dengan senyum yang kian melemah dan seakan ia melawan sebuah kesakitan. Zahra yang dari tadi di depan pitu kamar umi segera mendekat dan naik di sebelah umi. Air mata kami tak mampu lagi kita bendung. "Ikhlaskan kepergian umi, tangisi umi hari ini saja. Esok dan esok dan seterusnya, jangan kau tangisi umi lagi. Kirimkan doa jika kau rindi pada umi dan abi." "A....ll.....a.....h...." dengan tertatih umi mengucapkan asma ALLAH di terakhir napasnya. "Umi.......Albi masih ingin melepas rindu dengan umi" kata ku sambil memeluknya. "Umi kenapa umi tega tinggalkan zahra" ucap zahnya dengan memeluk umi erat.

Hari itu adalah hari terakhir aku bertemu dengan malaikat yang telah mengikhlaskan kasih dan sayangnya untuk ku. Meskipun hanya beberapa menit berada di dekatnya, aku sangat sangat bersyukur masih bisa meminta maaf padanya. Mengiri hembusan nafas terakhirnya. Dan mengantarkanya ke peristirahatan terakhirnya. Terimakasih Ya Allah Engkau Memang penuh kasih dan sayang! Terimakasih ya Allah... Sungguh sempurna rencana Mu. Ya ku tahu, segala apa yang telah terjadi pada ku adalah sebuah kebaikan untuk ku. Dan ku percaya semua pasti indah pada waktunya, ya kelak di akhirat. Selang beberapa bulan semenjak kepergian umi, zahra tampak tak bersemangat lagi melewati hari harinya. Sekolahnya pun tak senormal dulu, ia sering absen dengan alasan sakit. Dan ku putuskan untuk membawanya ke Negeri ging seng. Ku ingin dia melupakan sejenak kisah pedih ini. Ku ingin dia bangkit dan mampu tegar menjalani hidup ini. Dan ku telah berjanji pada diri ku dan almarhum abi dan umi untuk menjaga zahra dan menyayanginya dengan setulus hati ku. Ya dialah amanah terakhir kedua orang tua ku yang harus aku jaga dan ku rawat. Biarlah cerita sedih atas kepergian abi dan umi hanya menjadi cerita di balik sebuah kebahagiaan. Selamat Jalan Umi... Albi minta maaf.... :(

Puisi Lamunan Ku di Sore Hari

Lamunan Ku di Sore Hari

Desir semilir angin sore mengajak ku untuk memuji wajah mu yang elok 

Wajah yang indah laksana purnama terbayang dalam mimpi dan nyata ku

Harum tubuh mu yang manis menutupi harum berjuta bunga di taman
Sepoi suara mu yang merdu menggetarkan jiwa dan raga ku
Kau lah wanita terindah dalam hidup ku
Penyejuk dalam sanubari berirama seiring detak nadi
Kau ciptakan melodi cinta yang abadi
Ku rasakan indahnya tubuh mu dalam bayang ku
Terukir jelas dalam setiap mimpi ku
Rambut terurai menambah pesona diri mu
Terbuai terhanyut ku dalam bayang semu itu
Melayang lamunan ku jauh pada mu
Tergambar senyum indah yang menawan membuat ku rapuh dalam berpikir
Kau sungguh indah dan sempurna untuk ku jaga
Sinar wajah mu menghapus ragu ku
Pesona senyum mu memabukkan hati ku
Indah mata mu membuat ku jauh pikirkan mu
Dan tergelincirnya wajar buat ku sadar untuk berlalu dari lamunan ku... :)

Puisi Takdir

Takdir


Semua yang ada di alam ini berjalan sesuai takdir dariNya
Ada takdir yang nyata dan pasti
Dan ada takdir maya dan semu
Air di takdirkan untuk mengalir
Angin di takdirkan untuk bertiup
Matahari di takdirkan untuk bersinar
Dan lautan di takdirkan untuk berombak
Semua itu nyata dan pasti
Namun bagaimana dengan cinta ini
Cinta yang mengisi separuh hati
Sempat ku berpikir tak pasti
Namun inilah takdir ku
Takdir untuk mengisi hati mu
Takdir tun mencintai mu
Dan takdir untuk membuatmu bahagia selalu
Seperti takdir bintang hiasi malam
Begitu pula diri ku tuk hiasi hati mu
Seperti takdir karang tuk jaga lautan
Begitulah aku tuk jaga diri mu
Takdir ku cintai mu
Takdir mu cintai ku
Takdir kita selalu bersatu
Selaras dengan detak waktu

Puisi Cerita Hati

Cerita Hati 













Fajar indah di pagi buta
Menerjang gelap dengan perkasa
Ku ingin bisikkan cerita
Cerita hati untuk dia yang di sana

Indah senyum di bibirnya
Laksana mutiara yang berbicara
Menembus meresap dalam dada
Buat hati tak kuasa menahan bahagia

Hati bergejolak dalam dada
Tak mampu menampung derasnya cinta
Cinta yang tak pernah berbicara
Namun terdengar di palung hati nun jauh di sana

Semua yang indah ada padanya
Di sini ku hanya bisa memuja tanpa kata
Ku tuliskan sebuah pesan pada rasa
Rasa hati yang tak bermakna

Akankah engkau dengar semua ini
Akankah engkau lihat cinta ini
Haruskah ku teriak dalam hati
Sudahlah! Biar cerita ini ku simpan sendiri

Puisi Aku Tak Mampu

Aku Tanpa Kamu



Indahnya venus senja seakan tak berarti tanpa kau disisi
Fajar mentari pagi tak mampu hias hati sendiri
Aku di sini bagai bentangan pasir di lautan
Sunyi akan kehilangan ombak mu yang pergi
Lapisan hati meleleh menyisakan inti
Aku di sini tanpa mu tiada arti
Ku terombang ambing dalam arus sepi
Menjatuhkan butir butir air di pipi
Sejenak ku berpikir tuk jadi kumolonimbus
Berderu hujani mu dengan ribuan air mata
Namun semua bagai mimpi  semu abadi
Tak kan tercapai oleh diri tak berarti
Sadarkah bila ku tanpa mu
Tersudut ku di ruang hampa tiada celah
Berselimut sedih akan kepergian mu
Berteman sunyi hati yang lelah
Tanpa sadar ku mengucap nama mu
Tanpa sadar ku mendengar suara mu
Tanpa sadar bayangan mu pun hadir di benak ku
Ya... Beginilah aku tanpa mu

Puisi KASIH

KASIH



Kasih...
Kau laksana samudera luas terbentang bebas berlayar dengan cinta
Aku di sini hanya pantai berpasir yang bertepi dengan bekal kesetiaan
Kasih...
Tahukah engkau segala yang indah dan manis ku persembahkan hanya untuk mu
Dan segala yang buruk dan pahit biarlah ku simpan untuk diri ku
Kasih...
Aku cintai mu dengan ketulusan hati
Berbingkai kejernihan jiwa dan rasa
Meski ku harus puas hanya sekadar mencintai mu
Kasih...
Sadarkah dirimu?
Di sini ku berjuang melawan perasaan yang menderu
Menutup semua jendela hati agar ku tak dapat memandang mu
Ku diam bukan berarti ku mau merelakan mu
Ku ingkari hati demi satu tujuan pasti
Kebahagiaan mu lah yang paling berarti
:(  

Puisi Rasakan Rindu Ku

Rasakan Rinduku!



Ku sandarkan rasa lelah hati ini pada gunung tak berkasih
Agar kau tahu ku telah letih menunggu akan hadir mu di sini
Rinduku menjalar pada pilar pilar hati tanpa batas
Ku lempar hasrat kecewa ku pada laut lepas tanpa suara
Sebab ku tak mengerti kapan kita kan berjumpa
Ku lukiskan rasa sedih ku pada langit tak bertiang
Agar kau lihat ku tersiksa di sini tanpa mu
Ku layangkan pesan pada angin yang bertiup jelajahi malam
Agar kau dengar suara hati ku yang telah jemu menunggu mu
Tidakkah engkau merasakan rindu ku???

Puisi Wanita-Wanita Surga

" Wanita Wanita Surga "



Paras cantik hiasi hatimu yang teduh
Hati dan jiwa bersih mu memudarkan gelapnya cinta
Cinta yang mampu membuat dirimu terluka
Kau ikuti tuntunan iman tanpa peduli arus zaman
Kau sirami nurani dengan lembutnya ayat Ilahi
Begitu kau jaga dirimu dengan balutan kasih
Sempurnalah hidupmu wahai wanita wanita surga
Kau lah malaikat bagi nyawa nyawa baru di dunia ini
Kau lah pancuran kasih sayang Tuhan untuk jiwa jiwa yang kau lahirkan
Cinta dan kasihmu tak terbatas walau masa telah tuntas
Kau laksana cerminan surga dalam dunia
Kau ikhlaskan jiwa dan hatimu untuk mereka yang kau cintai
Sempurnalah hidupmu wahai wanita wanita surga

Puisi Cinta Vs Sayang

Cinta dan Sayang












Kekuatan tiada tara yang terasa dalam raga
Menembus ke dalam sukma dan terpateri di relung jiwa
Semua tak kan ku lupa apa yang telah kita rasa
Susah senang bersama dalam sebuah masa
Waktu begitu cepat berlalu hingga kita tak sadari semua itu
Kini yang ada hanya arah yang tak tentu
Namun aku yakin kita mampu lalui itu
Jika aku dan kau saling bersatu
Pastilah kita dapat jalan yang baru yang tak semua orang tahu
Ku harap beribu nyata datang
membawa berjuta bintang dan indahnya bulan
yang kan iringi kita dalam semesta alam....

Cerpen Penuh Hikmah

"Sakit itu Nikmat"


Ku pandang keluar jendela kamar ku yang entah kenapa ku merasa rindu untuk berkebun, merawat semua bunga bunga ku, menyirami dan menata bunga bunga itu agar lebih indah. Namun apa daya beberapa hari ini ku tak bisa melakukan aktivitas sebagaimana mestinya. Aku merasa sakit sekali pada bagian perut ku dan sudah hampir dua bulan ini aku sudah empat kali datang bulan dan kurasakan sakit yang amat sangat mendalam hingga ku tak mampu untuk berdiri lagi. Aku adalah seorang ibu dengan dua anak, putri pertama ku saat ini sedang menuntut ilmu di pesantren di mana suami ku dulu sempat menuntut ilmu di sana, ia saat ini masih duduk di kelas tiga SMA. Dan putra ke dua ku saat ini masih duduk di bangku kelas satu dasar. Suami ku adalah seorang dosen di salah satu PTN ternama di kota ini. Dan aku adalah seorang ibu rumah tangga yang setiap harinya bertugas mengurus rumah, aktif dalam pengajian dan masih banyak kegiatan sosial yang ku lakukan bersama teman teman pengajian ku. Sudah terhitung dua minggu aku hanya bisa berbaring di atas tempat tidur ku. Dan saat ini rasa sakit itu kian menjadi jadi. Tak seperti biasanya, darah yang ku keluarkan bukan lagi darah yang semestinya dan sakitnya "masya allah", benar benar menyiksa ku. Abi, begitu ku memanggil suami ku masih belum tahu kondisi ku ini. Karena dia ada kerja di luar kota untuk menjadi pembicara di seminar seminar. Sungguh ku merasa tak dianggap kala ku harus sendiri menikmati sakit ini. Namun air mata kesedihan itu tak ku curahkan sia sia. Ku selalu mencurahkannya pada Pemilih Jiwa dan Hati ini, dalam sunyi ku tertatih untuk bersuci. Dengan duduk ku mantabkan hati untuk mengadu pada Rabb ku. Hati wanita mana yang tak menangis jika disaat ia butuh perhatian dari sang suami, tetapi di tinggal sendiri. Aku memang sudah terbiasa ditinggal sendiri oleh abi selama beberapa hari, namun saat ini beda. "Aku sedang sakit abi. Kenapa abi tak ada rasa simpati sedikitpun mendengar kabar aku sakit, kenapa abi tak lekas pulang, kenapa abi masih mementingkan seminar seminar itu?" Ku berbicara dalam hati kala ku merasa kesakitan yang amat sangat mendalam.

Keesokan harinya suami ku pulang, namun ku tak sanggup untuk menyambut sebagimana biasanya. Bukan ku marah padanya, tapi rasa sakit ini kian menjadi. Ku hanya mampu tersenyum saat ia berada di depan pintu kamar. "Asalamualaikum umi...." katanya memberi salam dengan di iringi senyuman yang masih sama seperti dulu, senyuman yang meluluhkan hati ku. "Waalaikum salam abi..." jawab ku mulai mencoba untuk berdiri, tapi rasa sakit ini tak mampu ku sembunyikan lagi hingga akhirnya aku terjatuh dari tempat tidur. Buru buru abi berlari ke arah ku dan membawa ku naik kembali. "Astagfirlah umi...jadi umi benar benar sakit? maafin abi ya mi, abi benar benar minta maaf. abi kira umi cuma sakit biasa."  kata suami ku dengan memegang tangan ku erat seraya meminta maaf. Emmm... damai sekali kurasakan sentuhan suami ku. Ini yang aku butuhkan selama beberapa hari ini, "perhatiannya". "Ya udah sekarang kita ke rumah sakit ya?" kata abi masih erat memegang tangan ku. "Nanti saja ke rumah sakit nya, abi kan baru sampai, abi masih lelah. Aku ingin lebih lama seperti ini bersama abi. Sungguh ku rasakan kehangatan kasih abi." kataku berusaha untuk tersenyum. "Abi gak capek mi, sekarang yang paling penting itu umi sembuh. Tuh lihat, wajah umi pucat sekali. Tunggu sebentar ya, biar abi suruh mang salim menyiapkan mobil." kata abi sambil melepaskan pegangannya dan berlari memanggil mang salim supir kami. Setelah mobil siap abi langsung kembali ke kamar. "Ayo biar abi bantu berjalan." katanya saat ku berusaha untuk duduk. Tapi rasa sakit itu kian parah saja ku rasa. "eessttt.....aduh.....sakit abi....." seru ku tak sanggup lagi untuk berdiri. "ya udah, sabar ya! ini ujian buat umi. Abi gendong ya?" katanya menyemangati ku dengan senyuman indah itu. Aku jadi ingat saat dua puluh tahun silam saat kita baru menikah dan abi membawa ku kerumah ini, setelah turun dari mobil abi langsung menggendong ku dari halaman depan, memasuki ruang tamu, ruang tengah, menaiki tangga dan hingga masuk ke kamar. Oh sungguh romantis sekali masa itu. Dan saat ini, hal itu kembali abi lakukan, menggendong ku dari kamar hingga halaman depan. Entah kenapa ku merasa sedih sekali. Air mata ku tak kuasa ku bendung. "Kamu kenapa mi? tambah sakit? sabar ya, sebentar lagi kita sampai rumah sakit." kata abi menenangkan ku saat ia melihat ku menangis di gendongannya. Ku lingkarkan tangan ku erat di lehernya. Entah kenapa ku ingin selalu seperti ini. Ku rasakan dekat sekali raga dan jiwa ini dengannya. "umi gak apa apa kok bi, umi hanya merasa takut saja?" kata ku padanya saat kami melewati ruang tengah. "Takut kenapa? kan ada abi di sini?" "entahlah, tapi yang pasti umi takut sekali." kata ku tak kuasa membendung air mata ku dan lebih erat melingkarkan tanganku di lehernya. Tak ku bayangkan ternyata kami sudah dua puluh tahun hidup berasama dan ini kali kedua abi menggendong ku selama dua puluh tahun ini. "Subhanallah... Maha Suci Engkau Ya Allah yang telah menjodohkan kami", kata ku dalam hati saat kita telah sampai di rumah sakit.

Terlihat dua perawat mendorong tempat tidur ke arah kami saat abi terlihat akan menggendong ku kembali untuk masuk ke rumah sakit itu. "Terima kasih, tapa maaf biar saya gendong saja istri saya..." kata abi menolak dua perawat itu. Jadilah aku di gendong kembali ke dalam rumah sakit. "Baik, mari ikut kami!" kata perawat yang berkulit agak gelap dengan senyum ramahnya. Mungkin ia berpikir "romantis sekali pasangan ini" :) Ya, romantisme yang lahir kembali setelah hampir dua puluh tahun pudar entah kemana. Melebur bersama aktivitas masing masing yang super duper padat. Ku harap ruang yang di maksud perawat tadi jaraknya lumayan, entah kenapa ku berpikir demikian. Yang jelas ada sebuah rasa di relung hati ini yang ingin sekali selalu dekat seperti ini dengan abi. Sesampainya di ruang periksa, abi membaringkan ku di tempat tidur pasien, tampak seoarang dokter dan seorang suster masuk kemar ku. "Maaf, bapak bisa tunggu sebentar di luar. Kami akan mengecek pasien terlebih dahulu." perintahnya pada suami ku. Abi hanya tersenyum kepadaku dan mengelus kepala ku. "Percayalah, kamu baik baik saja, abi tunggu di luar ya!" katanya pada ku. Dokter itu pun mulai memeriksa ku, mulai bertanya ini dan itu. Hampir lima belas menit acara pemeriksaan itu berlangsung. Dan diperolehnya analisa awalnya. "Maaf, dok saya sakit apa ya?" tanya ku setelah ia selesai memeriksaku. "Maaf ibu, ibu istirahat saja dulu. Kami masih akan melakukan uji laborat. Sebentar lagi kami akan mengambil sedikit sampel pada ibu." kata dokter Devi dengan senyum indahnya (begitu ku baca tanda pengenalnya)."Deegggg......" Entah kenapa detik itu juga perasaan ku tak nyaman. Ada sesuatu yang ku rasa janggal dari perkataan dokter devi tadi.

Dokter Devi pun keluar bersama suster itu. Nampak ia berbicara sesuatu pada suami ku di luar. Tapi ku hanya mendengar sayup sayup perbincangan mereka dan itu bukan yang ku ingin tahu, sekedar basa basi dan suara sayup itu kian menghilang dari pendengaran ku. Nampak mereka menjahui ruangan ku. "Astagfirlahaladim...hamba sakit apa sebenarnya Ya Allah?" kata ku mulai meneteskan air mata. Tak henti ku memanjatkan doa pada Rabb pemilik jiwa. Selang beberapa menit, abi masuk. Tampak ia lesu, namun semua ia tutupi dengan senyuman indah itu. "Umi sakit apa bi, kata doter devi?" tanya tak sabar menunggu jawaban suami ku. "Umi yang sabar ya!" "iya umi akan berusaha ikhlas menerima ini bi. Ayo cepat kasih tahu, umi sakit apa?" tanya ku penasaran. Terlihat wajah abi yang kian lesu, "astagfirllah...ada apa ini?" kata ku dalam hati. "Tapi umi harus jamji sama abi, umi akan lebih kuat dan lebih ikhlas setelah mendengar ini." "Iya abi,,, umi janji" kata ku dengan berusaha tersenyum pada abi. "umi...itu di duga terkena kangker rahim." kata abi dengan susah payah. Sejenak ruangan itu terasa sunyi dan seakan tak berpenghuni. Aku yang mendengar kata "kangker rahim" menjadi lemas dan sejenak roh ku meloncot entah kemana. "Innalillah... " kata ku seraya menangis sejadi jadinya. Abi meluk ku, memberikan dadanya untuk ku tangisi. Ku lepaskan semua ketakutan ku selama ini. Semua yang menyelimuti hati ku, kutumpahkan saat itu juga. "Umi yang kuat ya! Abi yakin umi pasti sembuh." kata abi menenangkan ku.

Detik itu pun aku resmi menjadi pasien Rumah sakit itu. Keesokan harinya, dokter devi menganbil sampel pada kangker ku untuk di uji. Dan hasilnya lebih mengejutkan ku. "Stadium 3". Tindakan operasi pun tak terelakkan untuk di lakukan, meskipun kemungkinan untuk sembuh kecil. Namun abi, dengan setia menemani dan menguatkan ku. "Subhanallah....Terimaksih ya Allah, Engkau telah kirimkan imam yang begitu sempurna untuk melengkapi ketidak sempurnaan hamba ini." kata hati ku saat di tengah malam ku terjaga dan melihat abi dengan kusyuk shalat dan memohonkan kesembuhan untuk ku. "Ya Allah,,,aku rindu berada di bekangnya, mengikutinya untuk menghadap dan bermunajat pada Mu." Hari yang telah ditentukan untuk tindakan operasi itu pun tiba, semua telah siap. Tak henti ku berdoa dan memohon kelancaran. Tak henti juga, abi selalu menyemangati ku. "Percayalah... kamu pasti sembuh. Insya Allah." kata terakhir abi saat aku akan masuk ke ruang operasi. "Cuuup..." kecupan di kening mengakhiri pertemuan kita di depan pintu operasi. Terlihat beberapa dokter di sini, dan semua wanita. Abi yang meminta, dia yang mengajukan untuk memilih dokter wanita untuk mengoperasi ku. Makanya operasinya ditunda beberapa hari. "Anda sudah siap?" tanya dokter devi. "Iya, saya siap" kata ku mantap. Semua bayang bayang abi, Aisya (putri ku), dan Malik (putra ku) berputar dalam pikiran ku. Kenangan kenangan itu seakan memberi suntikan semangat untuk ku. Ku coba untuk tersenyum dan menegarkan diri ini. Ku berdoa dalam hati, "Ya Allah, sungguh hamba ini tak punya kuasa apa pun dalam dunia ini. Semua yang ada di langit dan di bumi ini milik Mu Ya Allah. Berilah hamba satu kekuatan gelombang lautan Mu Ya Allah. Tiada daya dan kuasa kecuali daya dan kuasa Mu."

Dokter devi pun menyuntikkan sesuatu pada tubuh ku. Dan entah kenapa semua menjadi gelap dan ku tak ingat lagi apa yang terjadi. Ku sadar saat di keliling ku bukan dokter dokter itu lagi. Tapi sayup ku dengar suara merdu anisa putri ku membacakan ayat suci alquran untuk ku dan suara abi juga terdengar beriringan. Dan ku mendengar suara lain, subhanallah...suara malik yang lagi bermain sama mbak nanik. "Ya Allah terimakasih Atas semua ini" "Abi... Anisa... Malik..." kata ku mulai berbicara. "Shadakallahul Adzim..." serempak abi dan anisa mengakhiri ngajinya. "Alhamdulillah, umi sudah sadar..." kata abi langsung memelukku. "Alhamdulillah, umi sudah sadar,,,jujur anisa rindu sekali sama umi. Anisa sudah dua hari di sini. Menjaga umi." kata anisa mencium tanganku. "Subahanallah...Maha Besar Engkau Ya Allah,,,atas segala kuasamu ynag telah menyadarkan ku dari koma selama dua hari ini." kata ku dalam hati sambil menangis. "Umi...umi...umi.....adik kangen sama umi...." malik menghampiri ku dan naik ketempat ku. Ku ciumi dia tampa henti. Sudah beberapa minggu ini kami belum bertemu karena ku suruh mbak nanik untuk tak memberi tahu malik kalau aku sedang di rumah sakit. Ternyata selama dua hari ini aku koma. Dan abi menjemput anisa dari pesantren serta membawa malik kesini untuk memberikan doa untuk ku. "Luar biasa anugerah Mu Ya Allah"

Beberapa menit berlalu dalam haru dan syukur atas kesadaran ku dari koma. Dokter devi pun datang memeriksaku kembali. "Selamat ya...kamu memang wanita yang tangguh. Aku salut pada mu. selamat ya." "Maaf sebelumnya, saya belum bisa memberikan banyak komen saat ini. Tapi melihat kondisi kamu yang stabil saat ini, aku yakin kamu akan sembuh. Insya allah" kata doter devi setelah memeriksa kondisi ku. "Amin...." serempak abi dan anisa mengamini doa dokter devi. Aku pun ikut mengamininya dalam hati seraya tersenyum pada semua. Saat ini kurasakan tubuh ku kembali sehat, tak seperti sebelumnya. Ku merasa tak ada yang aneh dalam tubuhku. Rasa sakit itu pun seakan lenyap. Benar benar ku merasa tak ada sesuatu pun yang terjadi pada tubuh ku.

Keesokan harinya dokter melakukan pengecekan terhadap kangker ku. Dan luar biasa, Kangker itu benar benar mati. Hanya butuh kemoterapi untuk benar benar mematikan kangker yang ada di tubuh ku. Takutnya masih ada kangker kangker kecil yang bersarang. Semua saran dokter, disetujui oleh abi sebagi bentuk ikhtiar kepada Allah. Tak henti doa dari keluarga kecil ku mengiri hari ku di rumah sakit ini. Semua teman teman pengajian ku juga tak lupa mendoakan ku. Tak terkecuali semua anak anak ku di panti asuhan yang kami dirikan. Luar  biasa kekuatan doa itu. Doa doa itu adalah infus untuk ku bisa bertahan dan bertahan.

Kemoterapi pertama telah ku lalui. MasyaAllah... sakit yang kurasakan luar biasa. Hingga ku tak sadarkan diri kembali. Dan kesokan harinya setelah kondisiku stabil lagi, dokter kembali mengecek untuk memastikan kangker itu benar benar mati. Dan ternyata masih ada kangker kecil yang belum mati. diharapkan kemoterapi kedua ini mampu mematikan kangker tersebut. Sambil menunggu waktu kemo yang kedua, hujan doa terus datang untuk ku. Subhanallah... Maha Besar Allah yang saat ini telah memberiku nikmat yang luar biasa ini. Ku tetap yakin bahwa aku akan sembuh. Abi, anisa, dan malik selalu menyemangati ku. Tak terasa aku telah memasuki minggu ke empat disini. 

Adzan magrib mulai terdengar, "alhamdulillah sudah magrib" kata abi mengingatkan. "Anisa, sholat disini sama umi. Abi sholat di musholla berjamaah disana." kata abi kepada anisa. Biasannya selama ini memang begitu, abi sholat di musollah RS. Aku dan putri ku sholat di kamar ini. "Abi........" panggil ku saat ia hendak membuka pintu. "Iya ada apa umi?" tanya nya segera menoleh. "umi kangen berjamaah sama abi..." kata ku padanya. "Subhanallah... okey,,, kita jamaah di sini ya?" Aku pun hanya bisa tersenyum dan kami pun mulai sholat berjamaah. Subhanallah...damai terasa dalam hati ini.

"Ya Allah...berilah setetes kesembuhan bagi istri hamba Mu ini. sungguh kami hanya manusia yang dzalim jika harus berpaling dari Mu wahai pemilik kerajaan di langit dan di bumi. Ya Allah, jadikanlah cobaan ini yang lebih mendekatkan kami pada Mu. Sungguh ini nikmat yang luar biasa. Ku lebih merasakan rahman dan rahim Mu yang Agung." sepenggal doa abi saat selesai sholat. Aku dan anisa hanya bisa mengamini dan diiringi tetesan air mata.

Hari kemo kedua pun telah tiba. Kembali ku masuk keruang dimana aku beberapa hari lalu tak sadarkan diri disini. Dan kejadian itupun berlangsung kembali berlangsung dan akupun kembali tak sadarkan diri. Meskipun aku telah berusaha untuk menahan rasa sakit kemoterapi itu tapi apa daya ku,mungkin ini cara Allah yang terbaik untuk ku, menghilangkan kesadaran ku. Beberapa jam kemudian aku pun sadar. Semua tampak berada di sekeliling ku. Abi, anisa, Malik yang digendong mbak nanik. Ku hanya tersenyum menatap wajah wajah itu. Merekapun membalas senyuman ku dengan tak kalah manisnya. Beberapa hari selanjutnya kondisiku kian memburuk. Dokter tak bisa mengecek kondisi kangker ku. Nampak tubuh ku mengalami efek dari kemo. Demam dan mengalami masalah pencernaan. Namun alhamdulillah semua mampu ku lalui dengan iringan doa dan semangat dari semua. Pengecekan itupun dilakukan dan akhirnya dokter benar benar memastikan kalau kangker dalam diri ku telah benar benar mati.Alhamdulillah...segala puji bagi Allah... meski aku harus merelakan rahim ku terangkat.

Beberapa hari kemudian dokter mengijinkan aku pulang. Suka cita tampak di wajah abi dan putra putri ku. Begitu pun di wajah mang salim dan mbak nanik yang menunggu ku di depan rumah sakit. Aku naik mobil dengan disupiri bang salim. Mbak nanik di depan dengan bang salim dan aku duduk di belakang bersama malik. Abi dan anisa menggunakan mobila lain. Di sepanjang perjalanan malik tak hentinya bercerita saat di sekolah selama aku ada di rumah sakit. Aku dengan antusias mendengar setiap kata yang ia keluarkan. Tanpa sadar air mata ku mengalir, ternyata aku sudah lebih sebulan dirumah sakit. Ku peluk erat malik saat itu.

Dan tibalah kami di rumah. Subhanallah.... Semua teman teman pengajian ku menyambut ku di halaman depan. Tampak gerombolan anak anak ku berbaju putih yang ku jahitkan sendiri untuk mereka. Subhanallah... Maha besar Engkau ya Allah. Luar biasa nikmat Mu ini. Gema sholawat mengiringi ku saat ku turun dari mobil. Allah Huakbar.... Maha Besar Allah.... Acara penyambutanku di lanjutkan dengan pengajian dan makan makan bersama. Ternyata ini ide abi. Luar biasa rahman dan rahimMu Ya Allah... Begitu jelas terasa.......

Baru kusadari bahwa sakit itu adalah nikmat yang luar biasa. Ku tak mau lagi berburuk sangka Pada Allah. Ternyata semua ada hikmah dan pelajaran yang bisa kita petik untuk kehidupan di masa depan. Ku percaya saat sakit, Allah mengirimkan empat malaikat untuk ku. Malaikat pertama mencabut nikmat kecantikan ku. Walau abi tetap bilang kalau aku cantik saat aku tanya padanya. Malaikat ke dua mencabut nikmat rejeki ku, ya itu benar ku rasakan. Malaikat ke tiga mencabut nikmat nafsu makan ku. Dan malaikat yang ke empat mencabut dosa dosa ku. Dan setelah aku sembuh, Allah memerintahkan malaikat pertama sampai ketiga mengembalikan nikmat yang ia cabut. Namun tidak dengan malikat yang ke empat. Begitulah cara Allah menguji kesabaran kita dan mengurangi dosa kita. Dan semua kembali pada diri kita sendiri... Maha besar Allah pemilik hati dan jiwa ini...

Puisi Ku Tak Mengerti Lagi

" Ku Tak Mengerti Lagi "















Salahkah diri ini jika ku berharap lebih dari adanya
Sebab ku tak mengerti lagi dengan apa yang ku jalani
Tak ada lagi tetesan semangat yang mampu membakar gelora di jiwa
Musnahlah sudah ratusan mimpi yang pernah singgah dalam bayang ku
Bodohnya aku yang telah patahkan sayap ini demi hal yang tak ku mengerti
Tak ku habis pikir dengan apa yang ku lalui
Mimpi kenapa engkau terbang seperti kapas di hempas badai?
Adakah yang salah dengan diri ini?
Sedih dan kecewa melebur menjadi rasa yang menyayat hati
Ingin ku akhiri saja semua yang kujalani
Pergi entah kemana kaki membawa diri
Sungguh, ku tak mengerti lagi semua ini...

Puisi BOSAN

# Bosan #














Rasa jenuh pada keadaan buat ku lelah tuk melangkah
Warna hari yang sama buat mata ini tak kuasa menahan air mata
Ku tak sanggup lagi jika harus ada dalam lingkar hidup yang seperti ini
Ya Tuhan...
Ku tahu rencana ku indah, tapi ku juga tahu jika rencana Mu lebih indah
Namun kurasa hari-hari ku bergerak dalam ruang yang sama
Tuhan...
Berilah warna lain untuk ku
Aku ingin merasakan hari seperti yang mereka jalani
Hari yang indah dan berwarna tiap harinya
Maaf Tuhan bukan ku tak bersyukur
Jujur aku akui aku bosan dengan kehidupan ini
Aku seperti terkekang dalam ruang tak berpenghuni
Tuhan, berilah aku kekuatan untuk pergi dari kebosanan ini
Tuhan maafkan aku ya... :(

Puisi CERITA HIDUP

CERITA HIDUP




Bumi yang ku tapaki beri ku pelajaran akan kerasnya hidup ini
Jalan yang ku lewati beri ku pandangan tentang apa yang kucari
Semua wajah yang ku temui buat ku mengerti tak berartinya diri ini
Ribuan nyata yang ku hadapi adalah cambuk buat ku untuk berlari
Berlari menerjang semua yang menjadi penghalang mimpi
Lautan biru dengan senang hati mendengar curahan rasa ini
Tingginya gunung buat ku mampu luapkan emosi diri
Deras air sungai menghanyutkan kekecewaan pada samudra yang tak ku mengerti
Dan langit birulah saksi semua cerita hidup ini
............................................................................................................................

Puisi SULIT

SULIT

Tak semudah mulut berkata
Tak segampang telingan mendengar
Tak sesulit mata memandang
Tak sesukar kaki berjalan
Apa yang ku impi sekarang pergi tingal sepi
Apa yang ku harap tak sanggup lagi ku tatap
Ku ikhlaskan hati terima semua yang terjadi
Semua tak semudah angan tuk jalani
Terlintas banyang semu mengajak tuk berlalu
Namun ku tertahan oleh hati yang tak menentu
Seberkas cahaya semangat datang pada ku yang ke bingungan
Tetapi itu tak cukup hidupkan asa yang telah mati
Mati tertelan oleh kerasnya hidup yang sulit
Kehidupan yang berotasi pada poros yang sama
Tak ada warna pada hidup yang serba sama
 

Puisi untuk Ibu

Kaulah Cinta Pertama dan Terakhir Untuk Ku

Pecahan tangis mengiringi hadir ku di muka bumi ini
Suka cita terlukis pada wajah-wajah malaikat ku yang baru
Malaikat yang Engkau janjikan akan menjadi pelindung ku
Tak ku ragukan janji suci Mu wahai Penguasa Langit dan Bumi
Malaikat itu memang penuh dengan kasih
Tak peduli beban hidup yang di pikulnya
Ia selalu tampak ceria di depan ku
Terima kasih Tuhan atas malaikat yang kau kirim untuk ku
Malaikat yang berwujud bidadari yang lebih sempurna di surga
Ia lebih sayu dan teduh tatapannya
Ibu...kaulah cinta pertama dan terakhir untuk ku
Kau lebih dari malaikat yang pernah ku tahu
Ibu...di mata ku kau begitu sempurna
Terima kasih atas semuanya wahai ibu ku...

Puisi Cinta

C.I.N.T.A



Aku tak mengerti apa itu cinta
Namun aku tahu cinta dapat di rasa
Bagi ku cinta adalah sebuah anugerah
Penerang di kala gelap
Penjernih di kala keruh
Motivasi di kala kompetisi
Cinta sungguh indah dirasa
Ada getaran, senang dan gelisah
Semua begitu berbeda karena cinta
Cinta yang datang dan sulit terlupa hingga hayat telah tiada...

Puisi Maafkan Aku Tuhan

Maafkan Aku Tuhan



Di tengah sudut malam yang sunyi ku terjaga dari mimpi
Kulayangkan kaki ke tempat persucian diri
Di mana semua terlelap, sujud syukur ku panjat
Hati yang kotor dan gelap dengan malu bermunajad
Bersama Kasih yang jauh yang telah lama di tinggal
Tak pernah ku ingat apa lagi kusebut nama Nya
Namun malam ini sungguh aneh
Hati yang gelap itu memaksa jiwa yang kaku untuk bercinta
Akankah ini hanya sebuah rasa takut sementara?
Yang sekejab akan hilang dan kembali pada kemungkaran
Ku akan belajar untuk mensucikan hati ini dengan ikhlas mengingat Mu
Ku harap hati ini kan selalu takut pada Mu
Tuhan maafkan aku yang telah melupakan Mu
Terima kasih atas kunjuang nya, semoga bermanfaat dan membawa kita menuju ridho Allah :)Salam Super... :)
 
Copyright 2009 Kumpulan Puisi dan Cerpen Terbaru All rights reserved.
Free Blogger Templates by DeluxeTemplates.net
Wordpress Theme by EZwpthemes
Blogger Templates